desa

banjar

pura

puri

subak

kesenian

situs budaya

lokasi wisata

sulinggih

lpd

pasar

tokoh seni tari

tokoh seni musik/tabuh

tokoh seni karawitan

dalang

tokoh sastra

tokoh seni drama

tokoh seni patung

tokoh seni ukir

tokoh seni lukis

pemangku

tukang banten

sekaa tabuh

sanggar tari

sanggar karawitan

sanggar pesantian

sanggar arja

sanggar wayang

sanggar dolanan

sanggar lukis

Kesenian di Kota Denpasar

Genggong - Musik Tradisional • Desa Sesetan

Author : Dinas Kebudayaan Kota Denpasar

Post on : Jun 30 2019 :: 10:18:14 AM

Viewed by : 6918 people

Deskripsi


E-Book dan VIDEO DOKUMENTER dapat dilihat pada :

http://kebudayaan.denpasarkota.go.id/

 

GENGGONG :

Seni musik tradisional, khususnya yang berasal dari budaya agraris masih 
sangat kurang mendapatkan perhatian, sehingga masyarakat luas cenderung kurang 
mengetahui keberadaannya. Hal tersebut membuat penelitian sederhana berupa 
inventarisasi ini dilakukan dengan berusaha menelisik sejarah, bentuk, serta fungsi 
masa lampau dan masa sekarang. Seni musik tradisional di Kota Denpasar yang 
menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah seni musik tradisional genggong di 
Banjar Pegok Sesetan yang mungkin satu-satunya masih bertahan di Kota Denpasar. 
Genggong sebagai seni musik tradisional di Banjar Pegok Sesetan sudah ada 
sekitar tahun 1930an, dimainkan oleh I Ketut Regen (Pekak Danjur) bersama 
sahabatnya yang memiliki mata pencaharian sama, yaitu sebagai petani. Genggong 
sebagai alat musik tradisional memiliki bunyi dan teknik yang khas dalam 
memainkannya, yaitu dengan cara menempelkan pada mulut sambil menggetarkan 
melalui tarikan (ngedet) tali serta menggunakan metode resonansi tenggorokan untuk 
menghasilkan nada. Genggong pada awalnya terbuat dari pelepah daun enau 
(nguyung), dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran panjang sekitar 18 - 20 cm dan 
lebar sekitar 1,5 - 2 cm yang terdiri dari mulut cadik, bantang cadik, to gambi, paha, 
dan pangisiang. Mengenai bahan yang saat ini sangat sulit mendapatkan pelepah 
daun enau, sehingga saat ini mulai diganti menggunakan bambu. 

Genggong di Banjar Pegok Sesetan pada masa lampau itu dimainkan untuk 
menghibur diri sebagai pengisi waktu beristirahat ketika selesai beraktivitas di sawah, 
digunakan juga sebagai ajang bersosialisasi, bertemu sapa, dan hingga menjalin cinta 
kasih. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan mengenai beberapa fungsi 
genggong di masa lampau dan masa sekarang. Genggong pada masa lampau 
berfungsi sebagai: (1) Ungkapan emosional rasa syukur dan bahagia dengan dapat 
menciptakan lagu (gending) yang menceritakan keindahan alam persawahan seperti 
gending galang kangin dan cerukcuk punyah; (2) Media hiburan masyarakat petani 
yang tergolong masyarakat agraris ketika beristirahat di sawah dalam aktivitasnya 
menanam padi, menghalau burung, dan panen; (3) Media komunikasi untuk 
memanggil para kerabat untuk ikut bermain genggong disela-sela kesibukan 
menggarap sawah dan juga digunakan sebagai media komunikasi dengan lawan jenis 
untuk menjalin tali cinta kasih; dan (4) Media integrasi sosial untuk memperkuat 
hubungan kekeluargaan antara pemain dengan pemain dan antara pemain dengan 
penikmat.  


Sedangkan fungsi masa sekarang genggong sebagai musik tradisional di 
Banjar Pegok Sesetan mengalami perkembangan secara dinamis, yaitu: (1) Media 
pendidikan yang dapat diamati dari gending-gending kuno dengan mengisyarakatkan 
bagaimana pentingnya menjaga alam lingkungan sekitar. Genggong juga dapat 
mengingatkan generasi sekarang akan sejarah nenek moyangnya sebagai petani yang 
mampu menciptakan karya seni musik yang sangat indah serta unik, dan masa 
sekarang nampak juga pada proses pengajaran kepada anak-anak mengenai teknik 
membuat, memainkan, dan merawat alat musik genggong; (2) Media integrasi sosial 
juga nampak pada masa sekarang ketika individu-individu masyarakat akhirnya 
mengalami pembauran dengan membentuk sekaa genggong Qakdanjur; (3) Media 
hiburan juga menjadi fungsi genggong pada masa sekarang, tetapi menghiburnya 
tidak lagi spontanitas, melainkan dengan persiapan sedemikian rupa khusus untuk 
hiburan masyarakat; (4) Pengiring tari juga menjadi fungsi genggong pada masa 
sekarang yang dikolaborasikan dengan instrumen musik gambelan geguntangan, 
biola, dan cello.  


Genggong sebagai seni musik 
tardisional di Banjar Pegok Sesetan terus berkembang secara dinamis yang awalnya 
dimainkan secara spontanitas oleh para petani dalam aktivitasnya di sawah pada masa 
sekarang dipentaskan lebih terstruktur, difungsikan sebagai media hiburan pengiring 
tari, ditambahkan instrumen-instrumen pengiring seperti geguntangan, biola, cello,  
dan dalam hal teknis pertunjukan menggunakan perkembangan teknologi seperti 
penggunaan sound system sebagai pengeras suara.

Sejarah


Genggong sebagai seni musik tradisional di Banjar Pegok Sesetan sudah ada 
sekitar tahun 1930an, dimainkan oleh I Ketut Regen (Pekak Danjur) bersama 
sahabatnya yang memiliki mata pencaharian sama, yaitu sebagai petani. Genggong 
sebagai alat musik tradisional memiliki bunyi dan teknik yang khas dalam 
memainkannya, yaitu dengan cara menempelkan pada mulut sambil menggetarkan 
melalui tarikan (ngedet) tali serta menggunakan metode resonansi tenggorokan untuk 
menghasilkan nada. Genggong pada awalnya terbuat dari pelepah daun enau 
(nguyung), dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran panjang sekitar 18 - 20 cm dan 
lebar sekitar 1,5 - 2 cm yang terdiri dari mulut cadik, bantang cadik, to gambi, paha, 
dan pangisiang. Mengenai bahan yang saat ini sangat sulit mendapatkan pelepah 
daun enau, sehingga saat ini mulai diganti menggunakan bambu. 

Sumber Informasi : Dinas Kebudayaan

Kesenian Lainnya di kec. Denpasar Selatan