desa
banjar
pura
puri
subak
kesenian
situs budaya
lokasi wisata
sulinggih
lpd
pasar
tokoh seni tari
tokoh seni musik/tabuh
tokoh seni karawitan
dalang
tokoh sastra
tokoh seni drama
tokoh seni patung
tokoh seni ukir
tokoh seni lukis
pemangku
tukang banten
sekaa tabuh
sanggar tari
sanggar karawitan
sanggar pesantian
sanggar arja
sanggar wayang
sanggar dolanan
sanggar lukis
Author : Dinas Kebudayaan Kota Denpasar
Post on : Jul 17 2018 :: 11:51:43 AM
Viewed by : 1003 people
Alunan music keroncong telah melambungkan nama I Dewa Putu Badra dalam kancah music daerah Bali. Berkat music dan kesukaannya mengalunkan gending-gending (nyanyian) keroncong ia bisa melanglang Pulau Dewata sekaligus berpredikat seniman music ternama di jagat Bali.
Sebenarnya, laki-laki kelahiran Banjar Kayumas Klod, 1943, ini adalah seorang guru SD di Denpasar. Namun karena kepiawaiannya bermusik menjadikan Ia lebih dikenal sebagai pemusik dibandingkan dengan profesi aslinya sebagai pendidik. Padahal, sebenarnya ia tidak pernah menganaktirikan dua bidang yang menempel pada jiwanya itu.
Di kalangan seniman daerah Bali, Badra dikenal sebagai sosok seniman yang tekun dan kreatif. Sejak usia Sembilan tahun ia telah mengakrabkan dirinya dengan alunan music lewat pertunjukan music di berbagai tempat di Denpasar. Ketika bocah ia suka permainan music yang dimainkan orang-orang Jepang antara lain Kayumas, Wangaya, dan di aula sejumlah perkantoran di Denpasar. Tidak hanya suka menonton, Badra kecil juga tertarik memperhatikan bagaimana pemusik Jepang itu memulai permainannya, sejak memasang alat sampai pertunjukan music itu selesai.
Pengalaman menonton music itu dijadikan sebagai proses awal penekunannya pada dunia music. Sepulang dari panggung music. Badra biasanya tidak langsung tidur melainkan pikirannya terbayang pada permainan music yang ia saksikan. Kadang-kadang, dalam tidurnya ia bermimpi indah sebagai pemain music.
Sebagai anak yang suka permainan, Badra berprinsip lebih baik memilih permainan yang bisa melegakan hati sendiri sekaligus bisa menghibur orang lain. Padahal, ketika itu anak-anak seusianya lebih suka bermain dolanan, main tembang, atau main layang-layang di sawah usai petani memanen padi.
Prinsip demikianlah yang diaplikasikannya lewat latihan music di seputar Denpasar. Kebiasaan ini ia lakukan sepulang ia sekolah SR (Sekolah Rakyat) di Denpasar. Ia amat sering mencuri kesempatan untuk menengok orang belajar music. Kendatipun begitu, Badra bocah bukan anak nakal karena ia sangat rajin membantu ibunya berjualan di Pasar Badung.
Dari mencoba melihat orang main music, ia lantas tertarik belajar langsung bermain music dengan pemusik daerah di banjar Kaliungu, Ida Bagus Puja. Dengan musisi keroncong yang seniman alam inilah ia berguru. Sebagai muridnya, Badra tidak ingin disebut murid yang bermodal ‘nol’ alias tanpa penguasaan dasar bermusik. Sebelum menemui gurunya itu, ia sudah sedikit menguasai tangga nada terutama jenis instrument biola. Alat gesek ini pernah ia mainkan sendiri karena ia sempat meminjam dari orang lain. Tahap demi tahap latihan music ia tekuni, hingga ia bisa memegang alat music yang benar. Melihat kesuntukannya berlatih, empu music Ida Bagus Puja yakin suatu ketika Badra akan menjadi pemain music yang terkenal. Di bawah asuhannya, Badra bisa berlatih music bersama murid music lain antara lain, I Gusti Putu Berata, Anak Agung Made Cakra, Raka Danu, dan Merta Suteja.
Pelajaran music dasar hanya ia geluti hingga tamat SR di Denpasar. Karena ia harus melanjutkan SGA (Sekolah Guru Atas) di Yogyakarta. Ketka di Jawa, ia makin berkesempatan menekuni music. Selain di sekolah ia juga sering mengunjungi tempat-tempat latihan music sekaligus nonton pentas music. Selain music ia juga sering belajar main sulap, antara lain sulap ringan: makan dan memuntahkan kertas dan sebaginya. Dua bidang seni ini sering ia pentaskan ketika ia sebagai guru SD di Yogyakarta. Hingga tahun 1958 ia pindah tugas dan menetap di Bali.
Selain tempat menempa ilmu music dengan berguru, Badra banyak bisa menguasai pengetahuan music dengan cara membedah ilmu music dari buku-buku music. Ia malah tak pernah menyangsikan sekalipun buku yang ia pelajari buku music yang sudah tua dan usang. Baginya, dalam konsep belajar music apa pun tidak perlu melihat wajah buku atau alat, melainkan bagaimana menggali isinya.
Begitulah, aktivitasnya sebagai guru, kepala keluarga dengan enam anak, dan pemain music memang terkesan melelahkan. Namun ia bisa mengubur penat badannya dengan menggesekkan senar biola di tangannya. Anehnya ia tidak pernah merasa terganggu jika ketika sedang memainkan sebuah alat music, anaknya tiba-tiba menangis. Ia justru terbiasa mengasuh anak sendiri dengan alunan alat music yang dimainkan. Biasanya ia melenyapkan tangis anaknya dengan sebuah nyanyian dan music yang ia mainkan.
Begitulah, Badra sangat susah mengungkap dengan kata-kata tentang kepuasannya bermusik. Menurutnya, semua instrument music jika dimainkan bisa menimbulkan kepuasan tersendiri. Selain terkenal sebagai pemain biola, ia juga bisa memainkan suling, kendang rebana, bass, dan gitar akustik. Biasanya, dengan satu alat gitar dan biola ia bisa melambungkan pikirannya ke istana keindahan.
Selain mengajar di SD, Badra juga dipercayai mengajar seni music di SLUA Saraswati dan SMP PGRI 1 Denpasar. Dua sekolah ini menjadikan ia lebih dikenal banyak kalangan tanpa perlu promosi di media massa. Sejumlah pecinta music di Denpasar kagum dengan permainannya. Ia amat disukai anak-anak didiknya terutama saat mengajar music di dalam kelas. Cara mengajarnya yang praktis dengan sedikit humor dengan menjadikan ia seorang kesenian yang cukup favorit di kalangan pelajar SLUA.
Sebagai seniman music asli Bali, Badra dalam permainan musiknya sering dilatari konsep menyamabraya alias persaudaraan. Sebab ia bisa puas bermain music bukan untuk diri sendiri melainkan ia wajib ---dengan music--- memuaskan bahkan meluhurkan hati nurani orang lain. Karenanya, ia tak ingin disebut seniman pelit. Satu bukti ia sering menumpahkan segala ilmu musiknya untuk orang lain baik untuk dipelajari maupun sekadar sebagai hiburan.
Dalam berbagai kesempatan ia sering dimintai acara hiburan mulai dari jenis hiburan kenaikan kelas hingga hiburan kelas elit di hotel-hotel. Dialah salah satu awak group music keroncong Puspa Taruna yang dipimpin Raka Danu. Ketenaran nama Badra juga berkat keaktifannya membina sejumlah vocal group baik disekolah maupun di luar sekolah. Ia juga sempat menjadi ketua tim paduan suara PGRI Bali baik untuk lomba paduan suara di PKB (Pesta Kesenian Bali) maupun di tingkat nasional.
Kendatipun menekuni music lebih banyak daripada belajar otodidak Badra telah memiliki konsep yang amat mandiri di bidang music.baginya bermusik tidak ubahnya sebuah proses perlakuan penyuaraan alam, sebab selain menyuguhkan suara/bunyi, seniman music juga harus mampu menyiasati bunyi tersebut untuk dijadikan keindahan. Peran estetika music sangat penting dalam kehidupan manusia. Music juga sebuah perangkat hiburan yang bisa membebaskan kesusahan hati.
Sebagai seniman yang lahir dari pergulatan lingkungan, Badra juga tidak luput dengan pengalaman pahit. Ia sering merasa tidak enak badan jika pentasnya dilakukan terburu-buru. Biasanya kondisi ini terjadi saat pentas di hotel ia bersama group musiknya dijemput telat atau terjadi perubahan jadwal pentas. Ia merasa tersiksa jika kondisi seperti it uterus berlanjut. Sebab, sebagai seniman ia tidak hanya memuaskan tamu dan penonton, tapi harus dapat menikmati permainan itu sendiri.
Baginya, kepuasaan sebagai seniman tidak bisa diukur dari berapa banyak imbalan yang harus diterima. Sebab, hatinya akan merasa tersiksa jika ukuran kepuasaan diukur Cuma dengan uang atau kesuksesan pentas dari kacamata penonton. Sebab, biasanya penonton sangat lemah dalam mengapresiasikan permainan. Tapi, ia sendiri tidak akan bisa menutupi hatinya jika apa yang dipentaskan sangat kurang dari apa yang dikuasainya.
Badra menyadari music keroncong yang dikuasainya bukanlah kesenian yang lahir di Bali. Namun, ia menyarankan agar kesenian music ini juga memperoleh tempat di hati masyarakat, karena jika salah satu cabang seni dikesampingkan itu sama saja artinya dengan menciptakan kegundaha hati sekelompok masyarakat, khususnya yang mencintai music. Setidaknya pesan ini telah dicermati keluarganya terutama oleh salah seorang anaknya, Dewa Ketut Wijaya Kusuma, yang sekaligus mewarisi keahlian ayahnya. Pesan Badra ini juga tetap melekat di sejumlah murid musiknya kendatipun ia telah meninggal dunia, 20 Oktober 1997 lalu.
• Alamat : Dangin Puri, Kec. Denpasar Tim., Kota Denpasar, Bali, BANJAR KAYUMAS KELOD, DESA DANGIN PURI, Denpasar Timur
• No Telp. : 0
• Tempat/Tgl Lahir : Denpasar, 04 April 1943
• Menekuni Sejak : 17 Juli 1943
• Nama Suami/Istri : Gusti Putu Alit
• Nama Ayah/Ibu : I Dewa Ketut Gug • Gusti Ketut Rai Rapeg
• Nama Anak : • -
Sumber Informasi : -