desa
banjar
pura
puri
subak
kesenian
situs budaya
lokasi wisata
sulinggih
lpd
pasar
tokoh seni tari
tokoh seni musik/tabuh
tokoh seni karawitan
dalang
tokoh sastra
tokoh seni drama
tokoh seni patung
tokoh seni ukir
tokoh seni lukis
pemangku
tukang banten
sekaa tabuh
sanggar tari
sanggar karawitan
sanggar pesantian
sanggar arja
sanggar wayang
sanggar dolanan
sanggar lukis
Author : Dinas Kebudayaan Kota Denpasar
Post on : Jul 17 2018 :: 12:16:00 PM
Viewed by : 1292 people
Anak Agung Alit Konta pensiunan Sersan Prayoda, seangkatan dengan tokoh seni Bali I Gusti Ngurah Pinda. Lahir di Pekambingan tahun 1920 dari keluarga Puri. Di usia belia Konta kecil di didik ketat sesuai dengan tradisi kaum ningrat.
Anak Agung Made Gerudug, ayah kandung Alit Konta, dikenal sebagai seorang Balian Usada ternama. Ibunya, Jero Wungu, seorang wanita biasa, mengantarkan masa kanak-kanak Alit Konta pada Pangalbuan Puitis Tembang-tembang Bali. Menapak dewasa, Alit Konta telah berkenalan dengan Tradisi Sastra Puri. Perkenalan itulah nantinya membentuk sebuah pemahaman mendalam tentang amanat adi lunghung warisan sastra tradisi Hindu.
Dimasa muda Alit Konta adalah seorang olahragawan. Pada tahun 1947 ia di daulat menjadi Ketua Kesebelasan Sepak Bola Gorib Denpasar. Selajutnya di tahun 1950, ia menjabat Ketua Persibal Bali. Wakil Ketua Perseden di jabatnya tahun 1964. Sebelumnya, tahun 1951, adalah Wakil Tim Sepak Bola Sunda Kecil untuk PON Kedua di Jakarta. Pada PON ke tiga Tim nya turut sebagai Wakil Sunda Kecil.
Alit Konta mungkin satu-satunya tokoh yang memiliki konsistensi tinggi pada bidangnya, yakni ketekunannya pada sastra kawi. Ia sendiri adalah pengagum tokoh Karna dalam dunis pewayangan.
Alit Konta yang dikaruniai 4 anak dari 2 istrinya ini seperti telah menetapkan pilian nya sendiri. Di rumah nya , ia menunggu sisa umurnya memenuhi pangilan sebagai seorang kawi. Ratusan lontar yang tersimpan di rumahnya adalah saksi atas cita-citanya. Lontar-lontar itu ia tulis sendiri.
Sebagai pengawi, Alit Konta termasuk paling produktif di jamannya. Ada sejumlah karya yang ia tinggalkan antara lain : Bandana Wandwa Yuda, Pandawa Yana, Puputan Badung (Geguritan), Geguritan Catur Sanak, Geguritan Triyajna, Geguritan Capung Bangkok, Kidung Yajna Kantong, Geguritan Kanda Sasana, dan sejumlah tulisan mengenai pedalangan, Agama serta pembinaan bahasa Bali.
Tak hanya itu, Alit Konta juga meraih piagam penghargaan dari Kanwil Agama Provinsi Bali, sebagai penbina Utsawa Kidung dan Kakawin se Bali, 29 Maret 1983, piagam penghargaan dari Bupati Badung (Tanggal 19 September 1981) sebagai tokoh seniman sastra daerah, piagam seni dari Mendikbud Fuad Hasan 1990.
Alit Konta meninggal dalam usia 71 tahun di tahun 1991, dengan sebuah amanat yang mungkin bagi anak-anaknya sangat keramat : Ning, amuncen je lacure, ede pesan nyen kanti ngadep sastra, ila-ila dahat ento, mapuara puceh panumadiane dadi jelema. Maksud nya, anak ku seberapa miskinnya pun dirimu, jangan sampai menjual sastra, itu sangat amat berbahaya, akan menyebabkan kelahiranmu sebagai manusia hina dina. Kini, ditengan jaman yang serba menakar dengan uang masih adakah kita sanggup menyelami makna amanat yang di wariskan Alit Konta itu?
• Alamat : -, BANJAR PEKAMBINGAN, DESA DAUH PURI, Denpasar Barat
• No Telp. : 0
• Tempat/Tgl Lahir : Pekambingan, 17 Juli 1920
• Menekuni Sejak : 01 Januari 1927
• Nama Suami/Istri : Jro Wilaja
• Nama Ayah/Ibu : A.A Made Gerudug • Jero Wungu
• Nama Anak : • -
Sumber Informasi : -