desa

banjar

pura

puri

subak

kesenian

situs budaya

lokasi wisata

sulinggih

lpd

pasar

tokoh seni tari

tokoh seni musik/tabuh

tokoh seni karawitan

dalang

tokoh sastra

tokoh seni drama

tokoh seni patung

tokoh seni ukir

tokoh seni lukis

pemangku

tukang banten

sekaa tabuh

sanggar tari

sanggar karawitan

sanggar pesantian

sanggar arja

sanggar wayang

sanggar dolanan

sanggar lukis

Tokoh Seni dan Budaya di Kota Denpasar

Ni Bidadari Reneng • Desa Dangin Puri

Author : Dinas Kebudayaan Kota Denpasar

Post on : Oct 22 2019 :: 03:31:35 PM

Viewed by : 918 people

Ni Bidadari Reneng • Seni Tari


Nama Ni Reneng tidak bias dipisahkan dengan tari Legong Kraton di Bali. Menurut banyak kalangan, wanita yang berasal dari Kedaton, Denpasar inilah salah seorang penari Legong Kraton terbaik yang pernah dimiliki bali.

                Kesetiaan dan Kesuntukan Reneng menekuni tari Legong bukanlah suatu kebetulan, mlainkan suatu proses dengan jejak pencarian yang dan panjang. Pada usisa enam tahun bocah Reneng sudah mulai belajar menari di Geria Punia. Ketika itu, Reneng kecil sudah terbiasa diajak ngayah (mengabdi) ole kedua orang tuanya, masing-masing I wayan Sempok (Ibu) dan I Wayan Mintar (Ayah) pada Ida Pedanda Kerta Inilah Reneng menimba dasar tari Legong Kraton dengan latihan-latihan yang amat sangat ketat dank eras, di sela-sela tugas utamanya sebagai pengempu (pengasuh anak).

                “Lupa salah satu gerak tari saja saya dibentak dengan keras hingga ketakutan. Saya sering menangis sendiri sambil menari,” tutur Reneng suatu ketika mengenang masa-masa awalnya belajar tari dari Ida Pedanda yang memang dikenal sebagai guru tari yang keras.

                Namun Reneng bukanlah anak ingusan yang gampang menyerah. Digembleng dengan keras, akalnya pun muncul. “Setiap usai diajar menari saya lalu menggambar ditanah. Saya gambar gerak-gerak kaki yang baru saja diajarkan Ida Pedanda, sehingga saya jadi ingat seluruh agem (gerak dasar tubuh saat menari), termasuk gerak tangan, gerak leher, kepala, dan sledet (gerak kerlingan mata). Sejak itu saya jarang salah, sehingga jarang dibentak,” kenangnya.

                Bakat menari Reneng yang besar menjadikan Ida Pedanda Kian menaruh harapan padanya. Empu-empu tari Gambuh (dasar semua tari Bali) pun diundang Ida Pedanda Kerta untuk mengajari Ni Reneng menari Gambuh. Tiga diantara empu tari yang kemudian menjadi guru tari Ni Reneng adalah Salit Rengis, Nyarikan Sriada, dan Anak Agung Ngurah Jambe. Ternyata, “Ketiga guru saya ini justru lebih galak dari pada Ida Pedanda. Tak jarang kaki dan tangan saya dipuku dengan lidi bila salah menari,” urai Ni Reneng. Toh semua itu bukan pengalaman yang sia-sia baginya. Hasil gemblengan para empu tari yang keras itu akhirnya segera bias dipetik. Usia 11 tahun, misalnya, Ni Reneng sudah berhasil menjadi pragina (penari) primadona bagi sekaa Legong Bnajar Kedaton. Namanya pun kian tenar.

                Sebagai penari Legong handal, iapun mendapatkan kehormatan menggunakan gelungan (mahkota) Legong yang terbuat dari emas. Ini sungguh bukan gelungan yang bias dikenakan oleh sembarang penari. Hanya pragina (penari) dengan kemampuan istimewa yang diizinkn mengenakan gelungan emas yang disakralkan di Pura Desa Kedaton ini. Saat itu, dibanjar Kedaton hanya dua orang pragina yang diperbolehkan menari dengan gelungan emas tersebut. Selain Ni Reneng adalah Ni Kunang.

                “Wajah saya dengan Ni Kunang memang mirip,” tandas Reneng. Sejak itu mulailah ‘pengembaraan’ Ni Reneng sebagai pragina Legong Kratonyang piawai di seantero jagat Bali. Dia mulai diizinkan oleh Ida Pedanda kerta ngayah ngigel (menari) baik di pura maupun di puri-puri di seantero Bali. Maka jadilah Ni Reneng berkelebat-kelebat dari satu pura ke pura lainnya, dari satu puri ke puri lainnya dengan tari Legong Kraton yang dikuasainya begitu sempurna. Mulai dari Negara di ujung barat Bali hingga ke Puri Kerambitan di Tabanan, lalu Gianyar, Bangli, Klungkung, bahkan hingga Buleleng pun tiada luput baginya.

                “Itu semua saya lakukan sebagai ngayah. Saya tak pernah, menerima bayaran untuk menari. Saya sudah merasa liang (bahagia) bila dapat mebhakti (berbakti) dengan menari di pura. Bias menari untuk orang banyak dan Ida Sang Hyang Parama kawi (Tuhan Maha Pencipta) itu sangat nglaganin manah (membahagiakan hati,” katanya.

                Reneng memang seorang pengabdi tulus bagi seni tari Bali. Seluruh hidupnya bahkan diabdikan sepenuhnya untuk kelanggengan seni tari Bali, dan dia termasuk orang yang tak cepat puas atas prestasi yang sudah diraihnya. Meskipun sudah piawai, toh ida masih berupaya menyempurnakan ilmu tarinya. Maka, diapun memperdalam tari Legong Kraton lagi pada dua mahaguru Legong lainnya, yakni Ida Bagus Bodha dari Kaliungu Kelod, Denpasar, dan Anka Agung Rai Perit dari Sukawati, Gianyar. Ini menjadikan dia kian sempurna emnguasai semua jenis tari Legong, mulai dari Playon, Lasem, Goak Macok, hingga Legod Bawa yang rumit.

                Tak hanya itu. Reneng remaja juga berkesempatan berbagai jenis tembang, kidung, dan wirama kekawin di Puri Anyar, sembari mengabdi sebagai wang jero (pembantu) setelah sekaa Legong Banjar Kedaton bubar pada tahun 1921. Tahun 1928, setelah melarikan diri dari Puri Anyar karena menolak dijadikan selir, Reneng bersama I Made Keredek, empu tari arja dari singapadu, Ginyar, lantas mendirikan sekaa (kelompok) Janger di Banjar Kedaton. Hanya dalam watu satu tahun kemudian, sekaa Janger ini sudah mendapat undangan pentas ke pusat pemerintahan colonial Belanda di Batavia. Maka, jadilah tahun 1929 itu sebagai langkah pertama Ni Reneng menari di luar Bali. Boleh jadi, dialah generasi Bali pertama yang menari di luar Bali.

                Dari sini nama Ni Reneng sebagagai pragina (seniman tari) jadi kian terkenal. Kemudian bersama dara sedesanya,Ni Polok, dia sempat mejadi model bagi pelukis asal Belgia bernama Adrien Jean Le Mayeur de Merpres –akrab dikenal dengan nama Le Mayeur – di pantai Sanur. Belakangan, Ni Polok diperistri oleh Le Mayeur sedangkan Ni Reneng akhirnya menikah dengan perjaka idamannya, I Made Krontong. Mde Krontong adalah pemuda sedesa dengan Ni Reneng. Ia dikenal sebagai penabuh kendang yang selalu mengiringi Reneng saat menari. Selain itu, Krontong juga bekerja di Bali Hotel. Hotel yang terletak di pusat kota Denpasar, tepatnya kini di Jl.Veteran, diseberang Kantor Wakotamadya Denpasar, ini merupakan hotel pertama milik Konilklijk Pakketvaart Maatshappij (KPM), perusahaan pelayaran olonial Belanda, di Bali.

Dari perkawinannya dengan krontong, Ni Reneng dikarunia dua anak. Yang pertama perempuan, meninggal saat bayi karena lahir muda. Yang kedua, laki-laki, benama I Made Suteja.

Setelah zaman kemerdekaan, Ni Reneng tetap saja menggeluti dunia tari . dia, antara lain, tercatat pernah menari di Istana Negara, Jakarta, di hadapan Presiden Soekarno. Yang menarik, meskipun Ajudan Bung Karno –karena alas an protokoler—hanya memberi jatah Reneng menari 20 menit, namun ia tetap saja menari sekehenddak hatinya. Maka, jadilah dia baru mengakhiri tariannya setelah 40 menit. Dan, Bung Karno bukannya marah, melainkan bertepuk tangan berkepanjangan. Di ruang ganti, seusai menari, Ni Reneng bahkan dihadiahi kain oleh Bung Karno. “Saya tak ingin waktu menari dibatasi. Daripada menari dibatasi waktunya, lebih baik saya tidak menari. Bagaimna igelan (tarian) bia metaksu bila waktunya dibatasi,” Ni Reneng menyatakan sifatnya.

Begitulah. Wanita berwajah jelita ini memang bersikap tegas. Prinsip hidupnya jelas berorientasi pada kualitas. Kesederhanaan adalah pilihannya. Maka, ketika mengajar tari di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI, d/h Kokar) dia menyaksikan murid-muidnya tak sungguh-sungguh latihan menari, dia pun tak kuasa menahan amarahnya. Ia tak mentoleransi murid-muridnya tumbuh menjadi ‘binatang ekonomi’ yang materialistis dengan lenggak-lenggok tarian sekadarnya.

“Bagaimana tak kesal mengajar manusia yang tak pernah mengasah rasa? Manusia kok malah kalah dengan pohon. Coba lihat pohon kelapa itu, betapa lentur dan indah gerakannya. Manusia kok malah kaku. Ini bikin kesal,” ujarya suatu kali seusai mengajar tari di SMKI Denpasar.

Bagi Reneng, menari memang bukan sekedar melenggak-lenggokan tangan atau tubuh, apalagi buat industry turisme. “Tujuan saya menari adalah untuk ngayah (mengabdi) pada masyarakat dan mebhakti (berbakti) padaang Hyang Widhi. Bukan menjadi pelayan para tamu (turis,Red).” Tegasnya.

Dengan sikap demikian, wajar bila tarian Ni Reneng senantiasa tampak bertenaga atau metaksu dalam istilah local Bali Semua penonton seperti tersihir menyaksikan serak tariannya. Saat menari, Reneng seolah-olah menjadi pancering jagat (pusat semesta), dimana seluruh gerak bertumpu pada napasnya, “Saat sedang menari, saya merasa Dewata Agung sedang duduk diatas kepala saya. Selanjuatnya, saya seperti tak merasakan apa-apa. Saya hanya bergerak. Badan saya jadi saringan kapas. Saya merasa diri saya sangat cantik, layaknya bidadari, dan semua penonton terpesona pada saya,” ujar Reneng, suatu kali, seusai menari dalam kesempatan Pesta Kesenian Bali di Taman Budaya, Abiankapas, Denpasar, 1988 silam.

Di tengah kecemasan sejumlah kalangan terhadap keajegan seni dan budaya Bali, tersa wajar bila Reneng menjadi symbol atau teladan kesuntukan bagi generasi abru Bali yang kian mengandalkan kepraktisan dan percepatan daripada kedalaman proses pembelajaran. Dan, Bali pun menjadi kehilangan satu sosok teladan manakala Ni Reneng menghembuskan napas terkakhirnya diatas bale yang Cuma dibalut selembar tikar, dirumahnya, di Banjar Kedaton, Denpasar. Keetika masyarakat Hindu di Bali sedang khusyuk memperingati Hari Suci Galungan sebagai simbolik hari kemenangan Dharma atas Adharma, pada 7 september 1993, Ni Reneng pun dipanggil oleh Sang Maha Pencipta –termasuk pencipta segala tarian di semesta raya ini.


•   Alamat   : -, BANJAR ABASAN, DESA DANGIN PURI, Denpasar Timur

•   No Telp.   : 0

•   Tempat/Tgl Lahir   : Banjar Kedaton Denpasar,   17 Juli 1907

•   Menekuni Sejak   :   01 Januari 1921

Detail Lainnya


•   Nama Suami/Istri   : I Made Krontong

•   Nama Ayah/Ibu   : I Wayan Mintar • Ni Wayan Sempok

•   Nama Anak   : • Wanita  • I Made Suteja  

Hasil Karya


Penghargaan


Sumber Informasi : -

Tokoh Seni dan Budaya Lainnya di kec. Denpasar Timur